Iklan

Kant, Mantan dan Cara Membuka Botol Secara Apriori

Lapmi Ukkiri
29 April 2018
Last Updated 2020-06-23T04:28:27Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini
pixabay.com

Oleh: Muhammad Naufal Mahdi

Botol dalam keseharian kita banyak dijumpai. Sependek jarak mata memandang, di situ ada botol. Botol bahkan bisa mengalahkan supremasi kucing, tikus, bahkan tanah pada keberadaannya di muka bumi. Itu terbukti pada TPA.  Botol lalu menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Jika ia bisa mengalahkan supremasi kucing, tikus, bahkan tanah, bukan tidak mungkin ia bisa menyusup dalam kebutuhan manusia.

Dengan hadirnya botol ke bumi manusia seolah lega dari pertanyaan, “apa yang bisa kita gunakan untuk menampung air ini tanpa membuatnya tumpah?” Karena botol lalu tiba merelakan dirinya dan berkata, “tentu saja dengan aku.”  

Manusia harus berterima kasih pada botol. Benar-benar harus. Siapa yang menolong Messi saat kecapaian di lapangan kalau bukan botol. Dan pasti sangat mengerikan untuk membayangkan apa jadinya jika botol tidak ada. Penonton sepak bola yang memiliki jiwa anarkisme tulen dalam dirinya, pasti berusaha untuk menyelundupkan batu kedalam lapangan untuk mengantisipasi agar tak perlu repot menghancurkan kursi penonton saat melempari wasit. Untung ada botol. Kemungkinan kepala hancur kira-kira hanya 10%.

Namun, sebegitu pentingnyakah botol untuk kita ketahui? Bukankah tanpa botol keberlangsungan hidup manusia tetap berjalan? Kita harus menghentikan pertanyaan demikian bahkan dari niat. Coba kita urai pertanyaan tentang botol itu dari caranya dibuka. Nah, dengan begini, rumusan masalahnya adalah; bagaimana cara botol dibuka?

Ekspansi botol ke bumi berjalan beriringan dengan bagaimana botol itu dibuka. Anggaplah ada seorang yang bernama Siapa. Nah, Siapa ini menemukan botol beserta cara membukanya. Ketika ia memperkenalkannya ke seluruh umat manusia, kira-kira ia berucap; “Baik saudara semanusia. Saya telah menemukan botol. Dan cara membukanya itu seperti ini; (dengan mempraktekkan cara membuka botol seperti yang kita kenal)

Pada saat itu, seluruh umat manusia terpengaruh dengan temuan Siapa itu. Hari yang sama pula, cara membukanya juga diseragamkan. Dengan diseragamkannya cara membuka botol, lalu untuk apa lagi kita mempelajari caranya? Oh, tunggu dulu. Ini penting. Mempelajari caranya berarti menghindari dogmatisme membuka botol.

Manusia ditakdirkan hidup dengan kebodohan. Mengapa? Karena manusia punya akal yang dinamis yang berguna untuk mempelajari segala sesuatu. Berbeda dengan binatang, mereka sudah cerdas sejak mereka diciptakan. Mereka tak perlu belajar membaca. Apalagi repot belajar membuka botol.

Nah, di sini kita bisa menggunakan akal secara kritis. Karena memang akal sangat kritis pada dirinya. ia akan mempertanyakan tentang segala sesuatu. Bukankah sia-sia jika kita dikaruniai akal yang sangat kritis lalu tak difungsikan sebagaimana adanya?

Cara membuka botol yang selama ini kita anggap sangatlah mudah ternyata membuat akal kita tumpul. Selama ini kita terjebak dogma membuka botol. Seperti yang diajarkan oleh Siapa tadi;  penutupnya diputar dari kiri ke kanan. (Astaga, saya bahkan harus membuktikan itu benar atau tidak!)

Immanuel Kant akan menuntun kita untuk menghindar dari dogma membuka botol. Kant dalam bukunya Kritik Atas Praktik Membuka Botol, eh Kritik Atas Akal Budi Praktis, menjelaskan, bukan, bagaimana membuka botol. Jelas begitu. Tapi dengan teorinya tentang akal, kita bisa mengurai cara membuka botol secara apriori.

Kant menjelaskan bahwa pengetahuan apriori itu mungkin. Ia sah karena akal sifatnya memang sangat spekulatif. Lalu apa hubungannya teori Kant tentang apriori dengan cara membuka botol? Kant mengutuk seluruh umat manusia yang mempergunakan akalnya dengan tidak kritis. Begitu pula dengan cara membuka botol. Kant akan marah ketika melihat ada botol yang dibuka dengan cara yang tidak kritis. Meski Kant tak pernah menerangkan pelajaran tentang botol, namun melalui teorinya cara membuka botol akan kita singkap.

Lalu bagaimana cara membukanya? Kita harus bersikap seperti seorang yang sungguh menggunakan akal dengan sangat kritis. Mula-mula kita memeriksa botol dengan pertanyaan yang filosofis; bagaimana botol menjadi apa itu botol? Pasti jawabannya adalah, botol menjadi apa itu botol karena seluruh orang sepakat bahwa itu botol. Nah, kata ‘seluruh’ itu yang harusnya mengganggu pikiran kita. Karena deklarasi penentuan bahwa dia botol atau bukan terjadi pada saat kita belum lahir. Ini sungguh tidak adil!

Ketika kita sudah mengetahui bahwa ternyata kita terdiskriminasi bahkan pada botol, maka sangat merugilah kita jika kita juga mengikuti cara mereka membukanya. Sikap kita selanjutnya adalah kembali bertanya. Tentu dengan pertanyaan yang berbeda. Jika ia adalah botol dan botol harus dibuka, bagai mana cara membukanya? Mereka akan menjawabnya dengan santai, seolah-olah mereka tidak melakukan dosa karena telah membodohi kita, bahwa ia dibuka dari kiri ke kanan.

Baik para pembaca yang kritis akalnya. Kali ini kita tidak boleh tunduk pada mereka. Kita harus menggunakan akal kita sekritis mungkin. Jangan membuka botol tersebut dari kiri ke kanan. Meskipun memang botol akan terbuka, tapi itu akan, sekali lagi, membuat akal kita tumpul.

Bukankah selama ini kita telah dibodohi? Diberi dogma tentang segala sesuatu. Kita bahkan tidak membiarkan diri kita menentukan apa yang harus kita lakukan. Kita terjebak dalam dunia yang kompleks, dimana botol ternyata mampu menumpulkan akal kita. Botol saja kita tak bisa tangani, apalagi cinta kita padanya. Iya, cinta kita padanya. Bukan pada-Nya.

Coba cari cara lain. Tentunya cara yang ditentukan oleh akal yang kritis. Sambil meletakkan botol disamping kita dan membaca buku panduan yang telah ditulis Kant, kita akan menyingkapnya. Secara apriori kita akan menemukan bahwa botol bisa dibuka oleh gigi, pisau, api, atau mantan.

Ketika akal kritis menuntun kita untuk membuka botol pada mantan, maka ikutilah itu. Paling tidak kita telah terhindar dari dogmatisme membuka botol.

Hubungi mantan sesegera mungkin; “Ntan,” kita coba memanggilnya dengan singkatan dari mantan. “Bisa buka botol saya?” Si mantan pasti berkata, “Kurang kerjaan!” Tapi jangan menyerah. Coba lagi dengan kalimat, “Ini untuk menghindar dari dogma membuka botol.”

Nah, kita akan lihat bagai mana si mantan merespon. Jika ia mengatakan, “Kau ingin menghindar dari dogma membuka botol, tapi menuju pada dogma baru. Kau masih mencintaiku kan? Maaf, saya tidak mau membuat diriku menjadi dogma dalam dirimu.” Berarti ia adalah mantan yang menggunakan akalnya dengan cemerlang. Tapi jika ia mengatakan, “baiklah datang di rumahku. Kebetulan di rumah cuma aku.” Sebaiknya jangan pergi. Saya sarankan jangan pergi!


iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl