Iklan

Tak Mampu Bendung Kritik, Kampus Blokir Anggaran LK

Lapmi Ukkiri
19 May 2025
Last Updated 2025-05-19T15:06:14Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini



Oleh: Sri Nuraini


Sepanjang tahun 2024 lalu, rasa-rasanya tak ada rakyat Indonesia yang tak mengenal kampus UIN Alauddin Makassar. Populeritasnya bukan diperoleh karena segudang prestasi. Melainkan, sejibun masalah yang terus menimpa kampus yang akrab dengan julukan Peradaban. Mulai represi kepada mahasiswa yang protes, skorsing mahasiswa karena ikut demonstrasi, membredel tabloid pers mahasiswa, hingga produksi uang palsu dan pelecehanan seksual oleh dosen kepada mahasiswi yang menyetor hafalan hadis.


Itulah sebabnya sepanjang tahun kemarin, kampus peradaban menuai kritikan pedas dari berbagai kalangan. Mulai dari organisasi kemahasiswaan, organisasi buruh, LSM, pakar hukum, hingga Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA). 


Alih-alih menerima kritikan tersebut dan menjadikannya sebagai medium evaluasi, justru kritikan-kritikan tersebut direspon dengan pelemahan ruang gerak bagi Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang dianggap sebagai mitra kritis kampus.  Maka tak heran dalam kurun waktu 5 bulan terakhir, aktivitas-aktivitas LK tak seintens tahun sebelumnya.  Sebabnya ialah dana operasional LK diblokir total, atau kasarnya dinolkan. 


Sialnya, peristiwa yang demikian menyedihkan itu acapkali mendapat cibiran negatif dari mereka yang berkuasa. Kalimat seperti "Karena tak ada sokongan dana dari kampus kalian tidak bergerak?, makanya mandiri dong, cari anggaran sendiri!" bukan hanya sekali saya dengar. Anggapan semacam ini bagi saya jelas-jelas tidak tahu substansi kritik dan duduk perkara. Sementara, kita disini sedang mengupas akal-akalan kampus dalam meredam kritikan mahasiswa, ditengah carut-marutnya situasi dan kondisi kampus peradaban. Toh, kita sama-sama tidak tahu-menahu mengapa kampus sedemikian bengis itu, bukan?


Inpres No.1 Tahun 2025   

Pekat awan mendung langit Jakarta pada Februari lalu, secara bersamaan dengan dimulainya efisiensi Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN). Tak terkecuali pada sektor pendidikan. Inisiasi ini dipelopori langsung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk mendukung sejumlah program populis Prabowo-Gibran. Seperti, MBG dan Danantara yang problematik. 


Sialnya tak banyak kampus yang kritik kebijakan efisiensi tersebut. Padahal pemotongan anggaran terbesar itu ada pada dua sektor vital (kesehatan dan pendidikan) yang harusnya menjadi prioritas negara. Secara eksplisit menunjukan bahwa, kampus tunduk dan patuh pada kekuasaan yang menindas rakyat. Di sisi lain, kampus juga menormalisasi komersialisasi pendidikan. Imbasnya, efisiensi tersebut akan merubah mekanisme perkuliahan. Tentunya akan menambah pengeluaran mahasiswa, karena harus membeli kuota mingguan untuk mengikuti perkuliahan daring. 

 

LK Sebagai Penunjang Demokratisasi Kampus dan Medium keilmuan Mahasiswa

Sejak era orba, demokrasi kampus mengalami degradasi besar-besaran, penurunan indeks demokratisasi kampus ini di legitimasi lewat Normalisasi Kebijakan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK). Walau rezim orba tak lagi berkuasa, budaya ini telah mengakar dalam tubuh universitas. Maka, tak heran kebijakan itu selalu diteken sepihak. Tanpa, melibatkan lembaga kemahasiswaan sebagai mitra kritis universitas. 


Seperti yang kita ketahui bahwa kampus dan mahasiswa adalah dua objek yang saling membutuhkan dan memiliki kebebasan dalam melakukan aktifitasnya selama tidak bertentangan dengan prinsip tridarma perguruan tinggi. LK sebagai medium dalam memajukan aktifitas dan pengetahuan mahasisswa. LK juga berposisi sebagai salah satu lembaga yang mewakili mahasiswa dalam berkomunikasi dan berkordinasi dengan kampus dalam menentukan kebijakan yang mau diterapkan dikampus agar tidak berat sebelah. Tanpa LK, kampus akan sewenang-wenang dalam membuat kebijakan. Karena tak adanya check and belance antara pembuat kebijakan, dengan objek yang akan menjalankan kebijakan tersebut.

  

Tebang Pilih Efisiensi Palsu

Semenjak Inpres akal-akalan ini berlaku, Kementrian Agama (Kemenag) lewat Direktur Jendral Pendidikan Islam (Dirjenpendis) menerbitkan Surat Edaran sebagai turunan dari Inpres No.01 2025 tentang efisiensi. Di dalamnya termuat tentang mekanisme pengajuan pemblokiran anggaran yang akan ditransfer pada kampus dibawah naungan Kemenag, seperti UIN Alauddin Makassar. 


Dari sinilah siasat busuk kampus peradaban melancarkan pembungkamannya, walau tak secara eksplisit. Pemblokiran dana LK berimbas pada mandeknya agenda-agenda kemahasiswaan. Kebijakan tersebut melegitimasi kampus, dalam hal ini adalah birokrasi sebagai satu-satunya kekuatan tunggal yang tak tertandingi dan tak ada yang boleh mengganggu kekuasaannya berjalan.  Maka teranglah bagi kita, bahwa masalah kuliah hybrid hingga pemblokiran anggaran LK ini merupakan akal-akalan busuk dari birokrsi kampus. kebijakan ini hanya akan melanggengkan ekploitasi dan penindasan sistemis bagi mahasiswa yang selama ini mengkritisi kebijakan kampus yang tak pernah berpihak pada mereka.


Olehnya itu, menurut hemat saya, tuntutan seperti; Kembalikan demokratisasi dalam kampus, Libatkan LK dalam perumusan dan pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan mahasiswa, dan kembalikan anggaran lembaga kemahasiswan, sangat-sangat mendesak untuk didengar serta diaktualkan. 


Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis!

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl