Iklan

Pendidikan Yang Dibajak

Lapmi Ukkiri
31 January 2017
Last Updated 2020-06-23T04:28:27Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


Ilustrasi:net

Oleh: Arlansyah

Manusia tidak dilahirkan serta merta dengan pribadi modern. Tetapi menjadi demikian karena di bentuk oleh pengalaman-pengalaman semasa hidupnya. Apabila seseorang hidup dalam lingkungan yang kondusif bagi terjadinya perubahan sosial-budaya, pembentuk pribadinya akan berlangsung intensif. Proses-proses bagaimana pribadi di bentuk brada pada wilayah pendidikan.

Filsuf pendidikan jhon Dewey, mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembaharuan makna-makna pengalaman lewat proses transmisi insidental dan intensional. (Dewey,1966; 1-9). Dengan demikian pendidikan membantu manusia merealisasikan segala kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menjadi pribadi mandiri.

Pendidikan membekali masyarakat dengan seperangkat sikap, cara pandang, dan nilai-nilai yang berguna di masa mendatang. Secara tradisional, ada anggapan bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi sekaligus teruji oleh waktu. Pandangan tersebut disebut dengan, esensialisme.

Pandangan lainnya mengatakan bahwa pendidikan harus mengupayakan perkembangan akal budi manusia semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan harus berpusat pada pendidik. Paham tersebut adalah paham, perenialisme.

Kedua paham tersebut bersifat tradisional konservatif, ialah sama-sama memandang manusia sebagai mahkluk budaya. Artinya, keberadaan manusia dianggap memiliki peranan sebagai penghayat, pelaksana, dan sebagai pengembangan kehidupan. Pendidik sebagai subjek pembawa nilai dan norma budaya menduduki posisi sentral dalam proses pendidikan (Barnadib,1996;62-63).

Pandangan tentang pendidikan semacam itu cenderung bersifat otoriter, dan menghalangi kesadaran peserta didik untuk berkembang. Aktifitas pendidikan kemudian berubah menjadi tindakan-tindakan menundukan peserta didik. Pendidikan oleh karena itu bukan hanya semata-mata proses transfer pengetahuan

Tetapi, yang terpenting adalah bgaimna proses pendidikan memberikan kemampuan berpikir dilatih dengan memberikan rangsangan. Rangsangan di berikan melalui metode ilmiah seperti kemampuan menganalisis atau memilih secara rasional di antara beberapa alternatif (Barnadib,1995;22). Begitupun dengan peserta didik, pendidikan dapat menumbuhkan kesadaran kesadaran kritis terhadap situasi sosial di sekitarnya. Pendidik berperan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peserta didik agar dapat berpikir jelas dan mampu mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu secara kritis dan kreatif merespon kondisi sosio-kulturalnya.

Masalah sentral bagi manusia adalah humanisasi. Humanisasi adalah sesuatu yang perlu di perjuangkan, karena sejarah membuktikan humanisasi merupakan alternatif yang real.
           
           Akan tetapi humanisasi saja yang merupakan panggilan manusia sejati, selalu di sangkal, tetapi justru dalam penyangkalan ini ditegaskanlah tugas tersebut. Tugas itu di sangkal dan di putarbalikkan oleh ketidakadilan, eksploitasi dan kekerasan kaum penindas. Dalam situasi itu tampak dengan jelas kerinduan kaum tertindas akan kebebasan dan keinginan untuk merenggut kembali kemanusiannya yang hilang.

Telah kita ketahui bersama bahwa pendidikan sesuatu hal yang sangat signifikan  bagi kehidupan manusia, karena tujuan dari pada pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Tetapi realita, khususnya pada era sekarang ini, yang di terapkan oleh tenaga-tenaga pendidik itu jauh dari pada tujuan pendidikan yang sebenarnya dan di tambah lagi dengan adanya sistem yang hanya berpihak pada orang -orang tertentu.

Paulo freire seorang ahli di bidang pendidikan dari Brazil, percaya bahwa sistem yang tidak adil pasti bersifat menindas, karena hanya melalui penindasan kelompok yang berkuasa bisa melanggengkan sistem yang tidak adil tersebut.

Oleh karena itu, kita bisa melihat sistem pendidikan  yang di terapkan di setiap-setiap sekolah maupun perguruan tinggi dengan sistem yang hanya mementingkan mutu pendidikan. Bahwa kalau mutu pendidikan ingin ditingkatkan maka satu-satunya jalan yang pantas adalah menaikkan biaya pendidikan. Kenaikan ongkos tersebut ditempuh guna menambal subsidi negara yang hanya terus-menerus mengalami pengurangan. Di lain sisi, Negara bukan hanya enggan memberikan subsidi pendidikan namun juga lebih mementingkan pelebaran alokasi anggaran bagi restrukturisasi perbankan.

Jelas pada saat ini negara memang tidak memihak kebutuhan rakyat akan pendidikan yang murah. Di sana-sini para pemegang kebijakan gemar merancang cara-cara bersekolah yang memakan biaya mahal. Di sana-sini sistem pendidikan telah mengacaukan lembaga-lembaga pendidikan agar menghamba semata-mata pada instrumen-instrumen pasar.

Terkait dengan permasalahan tersebut, di situ pula kadangkala muncul pendidikan yang di bajak dan dikorup.

Korupsi anggaran pendidikan kian membuat mutu pendidikan merosot tajam. Korupsi bahkan telah menggerogoti bangunan fisik institusi pendidikan. Di berbagai media kita membaca banyak berita bagaimna gedung-gedung sekolah yang kualitas bangunannya menurun semakin buruk juga gara-gara sengatan korupsi dan pembajakan anggaran.

Menanggung beban yang sebesar itu membuat kualitas pendidikan khususnya  di Indonesia makin tahun makin merosot tajam. Dilema antara peningkatan kualitas dengan pemerataan kesempatan belajar makin menggiring lembaga pendidikan ke dalam kebijakan yang bersifat darurat. Pola kebijakan yang kerap kali menjebak pada, bagaimana mengembangkan institusi pendidikan yang memiliki orientasi dan arah kebijakan yang sepenuhnya memenuhi kepentingan pasar.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terus menerus oleh manusia dalam menyelaraskan kepribadiannya dengan keyakinan dan nilai-nilai yang beredar dan berlaku dalam masyarakat yang berkebudayaan.

Bertrand Russel menyatakan bahwa pendidikan dimaksudkan agar manusia mencerminkan lingkungannya dengan tepat lewat pengetahuannya yang diperoleh dengan kecerdasan supaya ia melibatkan diri secara emosional dengan cinta, keramahan, dan keadilan pada semua. (Russell,1939;xv).

Pendidikan seharusnya sebagai alat untuk 'membebaskan' dan bukan sebagai sarana pendidikan yang bersifat 'membelenggu'. Karena pendidikan bukanlah wujud dari penindasan, Pendidikan selalu membina kepribadian manusia dan hadir untuk meningkatkan hubungan sosio-kulturalnya karena manusia mempunyai kesadaran untuk tetap  mampu bereksistensi.

                                                                                                            Samata, Gowa 31-2017
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl